Home » » Cerpen: Bangku Panjang Victoria

Cerpen: Bangku Panjang Victoria

Written By Unknown on Minggu, 25 Agustus 2013 | 01.24

Oleh. Ilalang Victoria
 
Telinganya ditajamkan, ia berusaha mencerna setiap kata yang ia dengar. Bahasa kanton yang baru beberapa ia kuasai, dipelajarinya sungguh sungguh. Ia tak ingin mengulangi kesalahan yang kemarin. Madamnya marah besar saat baju yang ia perintahkan dicuci pakai tangan tapi terbawa dengan pakaian yang lain ke mesin cuci, akhirnya baju itu menjadi sedikit mengecil. Perempuan bernama Suryandari itu merasa bersalah. Ia tak ingin mengulangnya lagi. 
 
Pagi mengeliat, musim dingin begitu menyekap. Sepagi buta, Surya harus terjaga. Menyiapkan srapan dan segala keperluan sekolah anak anak majikan. Enam bulan bekerja, sudah membuatnya hapal akan pekerjaannnya. Anak anak majikan sudah mulai menyanyanginya. Tapi surya belum merasa nyaman dengan madamnnya. Tatapannya selalu curiga. “ Biarlah” batinnnya. “ aku harus sanggup melalui masa sulit ini, toh bulan depan aku sudah mulai terima gaji“ bisik hatinya menyemangati . 
 
Ia membenarkan sepatu dan seragam anak asuhnya, siap mengantar mereka sekolah.
 
“Yin yin, Man Man… Dong mommy say good bay, Ngo dhe fan hok “, (1) ia mengajari mereka sopan santun, anak anak senang hati melakukannya.
 
“Mommy, Dady .. bye bye, ngo dhe fan hok lah “, (2) teriak mereka serempak.
 
Ada kebahagiaan tersendiri dalam diri Surya ketika nilai-nilai yang ia ajarkan membuahkan hasil. Ia bekerja dan menjaganya dengan hati dan penuh tanggung jawab. Terbayang saat Kartikan dari seusia mereka, ia begitu lincah melalui dunia anak anaknya. Belajar, mengaji, menari bahkan berdeklamasi di depan ayahnya yang seorang sopir angkot. Kartika kecil ingin menjadi seorang Bidan.
 
Setahun lalu ayahnya kecelakaan, meninggalkan mereka berdua selamanya. Tahun ini Tika masuk SMP. Cita-cita putrinya menerbangkan Surya sampai ke Hong Kong. Lamunannya menemani dalam perjalan pulang mengantar anak asuhnya dari sekolah. Sesampai di rumah , ia bereskan meja makan bekas sarapan. Madamnya belum berangkat bekerja. Ia masih bersolek merapikan dandannya. Selang tiga menit ia keluar dari kamar sambil membawa sprei kotor bercak darah datang bulan.
 
“Sai konceng ti aa , emkoy “ perintahnya .
 
“Hoak, Madam“, Surya memunguti kain sprei yang dijatuhkan ke lantai.
 
Madamnnya melangkah keluar tanpa berpamitan.
 
“Bye Bye , Joikin “ (3) teriak Surya mengucapkan selamat jalan meski tak diacuhkan. 
 
Ia bekerja riang meski sering kali terkena malang. Dicarinya bagian kotor dari sprei, direndamnya dengan air panas dan sedikit sabun cair. 30 menit kemudian dibilas dengan air, tapi noda itu tidak hilang. Ia mencoba menggilasnya dengan tangannya, namun tetap saja tidak hilang. Ia rendam sekali lagi. Tetap tidak hilang, dibilasnya lagi dan berulang kali. Namun tetap tidak hilang. Ia berfikir keras bagaimana menghilangkan noda itu, kain sprei berwarna biru muda itu dibolak balik beberapa kali. Dicarinya beberapa cairan pembersih, ternyata tulisannya bahasa cina semua.
 
“Baiklah, aku coba yang ini” ia bicara sendiri.
 
Dicobanya sedikit, pada bagian noda, sedikit berhasil. Di coba lagi sampai semua noda hilang. Namun tanpa sengaja beberapa tetes cairan itu menetes kebagian lain sehingga membuat warna kain sprei itu berubah di beberapa bagian kain. Surya tak menyadari itu, dimasukanya kain ke dalam mesin cuci tanpa ragu. Satu jam berlalu, mesin cuci berhenti, setelah membersihkan kamar mandi, ditariknya sprei keluar dari mesin cuci.
 
“Oh my God .. Oh my God.. Ya Alloh..", Ya Alloh.. kenapa kainnya jadi begini?“, Surya Panik.
 
Dibolak balik kain sprei tetap saja warna berubah menjadi dua warna.
 
"Duh Gusti Alloh .. kok do pating dlemok ngene ikiiii.. mak Bossku bakalan ngamuk besar..", Surya panik dalam hati.
 
"Ya Alloh, Ya Alloh Kaumeng-aaaa“, berulang kali ia menyebut namaTuhannya, tapi tak ada jawaban. 
 
Ia tambah panik. Tuhannya tak menolongnnya. Dibiarkannya pekerjaan pekerjaan yang lain, ia mencari jalan agar speri itu kembali satu warna. Diguceknya warna yang tebal agar sedikit menipis, sambil ia berdoa, dan membaca mantera-mantera agar majikannya tak begitu marah padanya.

Paniknya semakin menjadi dan berubah menjadi sebuah rasa takut ketika warna tak mau sedikit meluntur, diguceknya kuat kuat kain. Ia mulai menagis, terbayang betapa marahnya simadam tentang baju yang mengecil itu. Terbayang betapa marahnya tuannya, ketika ia tak membawa kunci rumah saat kelluar. Terbayang betapa marahnya madam saat ia bangun kesiangan, akhhhh.. Dan masih banyak lagi kemarahan-kemarahan yang sudah dilewati dengan kata-kata yang membuatnya terluka. Kali ini pasti bukan hanya marah, sprei ini baru sebulan yang lalu mereka beli, dan sprei baru ini adalah hadiah untuk hari jadi pernikahan tuannya.
 
“Oh my God, oh my God, Oh my Goooooooddd..“, ia mulai putus asa dan pasrah. 
 
Ia mengerjakan pekerjaan yang lain. Selepas membereskan makan malam, Surya menghadap kedua majikannya, gemetaran hingga suara tak bisa keluar.
 
“Emmmm Ma.. Ma.. Madam.. MuIsi ya. Ngo .. ngo.. ngoo.. kam yat..” (4) terputus suaranya. Ia tak berani melanjutkan, madamnya menatap tajam dan sepertinya paham Surya telah berbuat kesalahan. 

Madamnya bangkit dan memberikan surat kepada Surya yang jadi bingung alang kepalang. Surya tak paham apa yang harus dilakukannya. Surat itu adalah surat PHK, Surya tak terima. Menolak!
 
“Madam.. Why you do this to me...? “ ia bertanya.
 
Tergagap dengan air mata berlinang. Ia masih tak percaya , bahwa Ia di PHK. Madamnya tak menjawab, ia hanya memerintahkan Surya untuk cepat berkemas memberesi barangnya. 
 
“But , Madam… I still wan to work, I need money for my doughter education“ Surya memohon keras“.
 
"And, some more I did Paid a lot to the Agency for my Job, and now you just brook our contract ??!”, surya tak terima.
 
“This is unfear” lanjutnya.
 
“You go to the Agency and ask them why, now get your bag and not to long“, madamnnya berucap dingin. 
 
“Che che.. Lei yiu haipin aaa.. “, (5) Yin Yin dan Man Man kebingungan.
 
"Lei Fan lei hamai aaa?? “(6), Yin Yin.. mendekat sedih.
 
Surya mengusap air matanya, dibelainya rambut gadis kecil itu.. 
 
“Che Che .. lei Fan lei hamai aaa…“, (7) Yin Yin menangis.

“Che che, Che che.. Che Cheeee.. Ngo yiu che chee…”.(8), madamnya menarik Yin yin.
 
Surya meninggalkan apartemen yang telah dihuninya selama enam bulan. Sekelebat ia masih ingat soal ajarannya kepada anak-anak itu tentang nilai-nilai kemanusian, menamkan budi pekerti ke hati kedua gadis kecil itu.
 
Surya membayangi langkah gontainya, cita-citanya telah terkoyak-koyak. Kepedihannya. dengan sekuat tenaga ia tahan sambil terus jalan agar berlarian menuju ke agennya.
 
Sesampai di agen terdengar suara "braaakkkk …!", meja ia gebrak dengan sekuat tenaga.
 
Ia menuntut, “Ibu bilang apa..? Saya tidak mendapatkan apa-apa? Uang interminitanku kemana..? Uang tiketku kemana..? Gajiku terakhir kemana..? Kenapa aku tak mendapatkan sepeserpun..? Bukankah aku sudah penuh membayarmu, sekarang berikan uang itu atau aku lapor polisi!” ancamnnya.
 
“Weh, Surya.. kamu bukannya berterimakasih ditampung di sini ya, malah marah-marah tak tau diri. Uang itu untuk melunasi potonganmu yang masih sekali lagi dan akan menjadi jaminanmu untuk majikanmu yang baru, tau!”, agennya membentak tidak kalah galaknya.
 
“Apa..? Kamu pikir aku masih mau cari majikan di sini hah? Kamu pikir aku tidak tau kenapa aku diinterminate? Sekarang mana paspor dan kontrak kerjaku dan Duitku! Agen tidak tau diuntung!”, balasnya sengit.
 
“Lunasi dulu yang sebulan, dan perlu kau tahu Surya, bahwa KJRI akan menolakmu untuk pindah agen selagi kau tidak finis kontrak, pergilah kau sejauh mungkin kau pasti akan di kembalikan kesini”, gertak agennya lebih galak lagi.
 
“Aku tidak terima dengan ini semua, kau tunggu saja nanti”, Surya meninggalkan agen laknat itu dengan kemarahannya yang meluap. Ia menuruni tangga, tak peduli pada orang orang yang ditabraknnya.
 
“Kaujou a leii..“, maki orang lokal yang sering kali tak suka tersentuh oleh pekerja rumah tangga, apa lagi sampai tertabrak. Surya tak peduli, ia terus berjalan dengan kemarahannya.
 
“Uangku harus kembali, sepeserpun tak akan aku biarkan orang lain merampasnya..“, geramnya mengumpat sendiri.

Kelelelahan, ia terduduk sesampainya di Victoria Park, Wajah putrinya membias Jelas di depan matanya.
 
“Bunda, saya ingin jadi Bidan“, bisiknya di hari jadinya.
 
Surya sepertinya hanya bisa melamun dan akhirnya terlelap di bangku panjang dekat taman, Mimpinya membaur dengan amarah dan dia menyimpannya untuk menjadi kekuatan. Melawan...!
 
 
Keterangan bahasa 
(1) Yin Yin , Man Man.. ucapkan bay bay kepada ayah dan ibu, kita berangkat sekolah. 
(2) Bay bay ayah , bay bay ibu. Kami berangkat sekolah 
(3) Bay bay, sampai jumpa 
(4) Nyonya.. saya hari ini.. 
(5) Kakak, kau mau kemana 
(6) Kau kembali kan?
(7) Kakak.. kakak. Saya mau kakakk
 
Hong Kong, 250813
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Ramches Merdeka | SBMI | Mas Template
Copyright © 2011. GEBUK PHK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger