Home » » Pekerja Lokal Harus Siap Bersaing

Pekerja Lokal Harus Siap Bersaing

Written By Unknown on Selasa, 27 Agustus 2013 | 16.42

GEBUK PHK, Jakarta - Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan di era globalisasi kehadiran tenaga kerja asing di berbagai bidang pekerjaan tidak bisa dihindari. Untuk itu tenaga kerja lokal dituntut siap menghadapi persaingan itudenganmeningkatkan kualitasnya. Menurutnya, mobilitas tenaga kerja antar negara ASEAN untuk sektor jasa dalam rangka integrasi AEC mulai berlaku 2015.

Oleh karenanya, Muhaimin menekankan saat ini dibutuhkan SDM Indonesia yang berkualitas, kompeten dan berdaya saing tinggi. Dengan begitu, tenaga kerja lokal dapat bersaing sehat dengan tenaga kerja dari negara lain. Namun, jika hal itu tidak disiapkan sedini mungkin, Muhaimin mencium potensi pengangguran baru bisa terjadi. “Indonesia harus dapat mengantisipasi situasi ini dengan meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga kerjanya untuk mencegah banjirnya tenaga kerja terampil dari luar negeri,” katanya dalam keterangan persyang diterima hukumonline, Jumat (23/8).

Selaras dengan itu Muhaimin berharap lembaga pendidikan dan pelatihan dapat berperan meningkatkan hard skills dan soft skills yang memadai bagi tenaga kerja lokal. Untuk hard skillsdiantaranya ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bidang studi yang ditekuni dan pengetahuan tentang teknologi. Sedangkan soft skills berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi secara lisan, tulisan ataupun gambar. Serta kemampuan bekerja mandiri atau dalam tim, berlogika dan menganalisa.

Dalam rangka membenahi sistem penggunaan pekerja asing dan meningkatkan daya saing pekerja Indonesia, Muhaimin mengimbau pemerintah daerah menjadikan perencanaan tenaga kerja sebagai pedoman. Sehingga, untuk mengembangkan SDM disesuaikan dengan kebutuhan dan keunggulan daerah. Oleh karenanya, pemerintah daerah harus mengoptimalkan 13 balai latihan kerja (BLK) milik pusat dan 252 BLK UPTD milik pemerintah daerah.

Sedangkan untuk pengawasan, Muhaimin mengatakan hal itu dilakukan langsung oleh pengawas ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah ke berbagai perusahaan. Pengawasan itu melibatkan pihak imigrasi, kepolisian dan instansi terkait lainnya. Pengawasan itu salah satunya melakukan pemeriksaan dokumen si pekerja asing seperti RPTKA, Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), SK TKI Pendamping, KITAS dan Polis Asuransi.

Mengacu data IMTA yang diterbitkan Kemenakertrans bulan Januari–Agustus 2013, ada 48.002 orang tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Dari jumlah itu diantaranya tenaga kerja asing asal China 10.291 orang, Jepang 9.788 orang, Korea Selatan (Korsel) 6,013 orang dan India 3.888 orang. Kemudian Malaysia 3.425 orang, Thailand 2.779 orang, Amerika Serikat 2.546 orang, Australia 2.303 orang, Filipina 2.168 orang, Inggris 2.070 orang dan negara lain 2.731 orang.

Menanggapi hal itu, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, mengatakan Indonesia diprediksi bakal terus meliberalkan pasar tenaga kerja lokal. Apalagi dengan adanya AEC, ditengarai akan membuka ruang kerja bagi pekerja dari negara anggota ASEAN ke Indonesia. Untuk tahap awal, pintu masuk tenaga kerja asing di sektor jasa akan dibuka, kemudian ke depan akan meluas ke sektor lain seperti manufaktur. Baginya hal itu merugikan pekerja lokal karena kesempatan kerjanya diambil tenaga kerja dari negara lain.

Sedangkan semakin bebasnya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia dinilai akan menguntungkan pengusaha. Pasalnya, mengacu UU Ketenagakerjaan, Timboel melihat ada ketentuan pekerja asing tidak berhak atas pesangon ketika diputus hubungan kerja (PHK). Hal itu terjadi karena pekerja asing yang bekerja di Indonesia statusnya kontrak, sehingga pada periode tertentu hubungan kerjanya perlu diperbaharui.

Bahkan Timboel melihat pemerintah juga semakin diuntungkan ketika banyak pekerja asing yang bekerja di Indonesia. Sebab pekerja asing dikenakan biaya AS$100 per orang setiap tahun. Timboel berpendapat pemasukan itu tergolong pendapatan non pajak dan penerimaannya tidak pernah dibuka secara transparan kepada publik. Selain itu, pendapatan tersebut disinyalir disentralisasi Kemenakertrans. Sehingga menutup peluang pemerintah daerah untuk menggunakan dana itu dalam rangka pengawasan ketenagakerjaan.

Atas dasar itu Timboel mendesak agar KPK dan BPK mengawasi penerimaan pungutan tersebut. Timboel menghitung biaya yang dihimpun dari pungutan itu jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit. Misalnya, jika pekerja asing dalam satu tahun mencapai 48 ribu orang maka penerimaan Kemenakertrans mencapai AS$4,8 juta. Menurutnya, dana itu seharusnya dapat digunakan dinas tenaga kerja di daerah untuk mengawasi praktik penggunaan pekerja asing. “Bila melanggar harus ditindak tegas dan memulangkan si pekerja asing itu ke negaranya,” urainya.

Mengingat pemerintah belum menjalankan langkah-langkah yang diperlukan untuk tenaga kerja lokal secara signifikan dalam rangka menghadapi AEC, Timboel merasa tidak tepat jika kebijakan mobilitas tenaga kerja ASEAN itu dimulai 1 Januari 2015. “Kemenakertrans tidak pernah punya terobosan program untuk mempersiapkan SDM Indonesia,” tukasnya.

Timboel membenarkan data Kemenakertrans bahwa mayoritas pekerja asing yang ada di Indonesia berasal dari China, Korsel dan Jepang. Pasalnya, serikat pekerja kerap menemui para pekerja asing dari ketiga negara itu di lokasi kerja. Untuk pekerja asing asal China yang jumlahnya tak sedikit, Timboel berpendapat hal itu disebabkan karena banyaknya investasi dari China yang masuk ke Indonesia. Selain itu, pemerintah China kerap memberikan pinjaman kepada pemerintah Indonesia untuk proyek infrastruktur dan energi. Sedangkan pemerintah dinilai tidak dapat membatasi penggunaan tenaga kerja asing itu karena berkaitan dengan pinjaman luar negeri.

“Biasanya pinjaman luar negeri dari China yang diberikan disertai persyaratan penggunaan tenaga kerja profesional asal China dan barang-barang atau mesin dari China. Demikian juga investasi dari Jepang dan Korsel yang biasanya menyaratkan untuk menggunakan pekerja dari negara mereka,” kata Timboel kepada hukumonline lewat surat elektronik, Senin (26/8).

Terkait pernyataan Muhaimin tentang masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia tak dapat dihindari, Timboel melihatnya sebagai bentuk ketidakberdayaan pemerintah. Padahal, UU Ketenagakerjaan sudah mengatur tentang tenaga kerja asing dan jenis pekerjaan apa saja yang boleh dipegangnya. Oleh karenanya, Timboel mendorong agar pengawas ketenagakerjaan aktif melakukan pemeriksaan ke perusahaan yang menggunakan tenaga kerja asing. Jika terbukti melanggar hukum ketenagakerjaan, merujuk peraturan yang ada pekerja asing tersebut dapat dideportasi.

Misalnya, pekerja asing menjabat pekerjaan yang berkaitan dengan SDM. Padahal, jenis pekerjaan itu tidak boleh dipegang pekerja asing. Namun, praktiknya Timboel melihat ada perusahaan yang mempekerjakan pekerja asing untuk mengelola SDM perusahaan. Begitu pula dengan jenis pekerjaan teknis. “Pengawas ketenagakerjaan dituntut bertindak tegas,” pungkasnya. (sumber)
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Ramches Merdeka | SBMI | Mas Template
Copyright © 2011. GEBUK PHK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger